Sabtu, 17 Oktober 2009

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
DENGAN TEORI BELAJAR PERILAKU

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembelajaran Matematika
Dosen pengampu : Suparni, M.Pd.

Oleh :
Nama : Muhammad Istiqlal
NIM : 07600032

Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2009
PENGEMBANGAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
DENGAN TEORI BELAJAR PERILAKU

I. Pendahuluan
Dunia pendidikan Indonesia saat ini setidaknya menghadapi empat tantangan besar yang kompleks. Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah (Added value), yaitu bagaimana meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan yang bekelanjutan. Kedua, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat. Yaitu bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu brsaing sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
Setiap orang memiliki gaya belajar individual yang berbeda satu sama lainnya. Sebagian orang belajar dengan baik secara berkelompok. Sebagian yang suka belajar sambil duduk di kursi, sedangkan yang lain senang belajar sambil berbaring atau lesehan di karpet. Demikian juga sebagian orang lebih mudah belajar melalui melihat langsung gambar atau diagram yang disebuat dengan cara belajar visual. Sebagian yang lain lebih suka mendengarkan yang disebut gaya belajar auditorial. Sebagian lagi lebih senang belajar dengan cara menggunakan indra perasa atau menggerakkan tubuh yang dikenal dengan gaya belajar kinesthetic. Beberapa orang lebih suka pada teks tercetak atau buku dan yang lain lebih suka berkelompok yang saling berinteraksi. Perilaku-perilaku individu yang seperti inilah yang harus dicari jalan keluarnya sehingga gaya belajar individu dapat seperti itu dapat diwujudkan sehingga tercipta pembelajaran yang disenangi yang pada akhirnya terwujudnya masyarakat berpendidikan.

II. Kompetensi Siswa
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tujuan pendidikan dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, ketrerampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi juga didefenisikan bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam konsep pelatihan yang berbasis kompetensi dijelaskan bahwa kompetensi merupakan gabungan antara kerterampilan , pengetahuan dan sikap. Kompetensi digunakan untuk melakukan penilaian terhadap standar, memberikan indikasi yang jelas tentang keberhasilan dalam kegiatan pengembangan, membentuk sistem pengembangan dan dapat digunakan untuk menyusun uraian tugas seseorang.
Untuk merespon bebagai kondisi di atas, maka salah satu kebutuhan yang sangat penting adalah tersedianya sistem pendidikan dan pelatihan yang mampu menghasilkan SDM yang berkualitas setara dengan standar internasional. Untuk melaksanakan sistem pendidikan yang baik dibutuhkan suatu standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai patokan kinerja yang diharapkan.
Standar kompetensi disusun sedemikian rupa mengacu kepada kesepakatan internasional tanpa harus mengabaikan berbagai aspek dan budaya yang bersifat local atau nasional. Standar konpetansi yang telah ada hendaknya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terutama dunia pendidikan dalam hal peningkatan kemampuan dasar siswa serta penyusunan kurikulum.
Dalam kurikulum, kompetensi sebagai tujuan pembelajaran itu dideskripsikan secara eksplisit, sehingga dijadikan standar dalam pencapaian tujuan kurikulum. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi dasar sebagai tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku yang bersifat umum sehingga masih sulit diukur ketercapaiannya. Dalam mengembangkan perencanaan salah satunya adalah menjabarkan kompetensi dasar menjadi indikator hasil belajar.
Indikator hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian, indicator hasil belajar merupakan kemamuan siswa yang dapat diobservasi.
Banyaknya informasi yang dapat kita capai dalam dunia ini menyebabkan sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa kemampuan kita untuk belajar ada batsanya. Ahli-ahli Jiwa telah dapat membedakan tiga macam batas, yaitu:
1. Batas Fisik :
Ia adalah batas keterampilan yang dimungkinkan oleh fisik kita untuk mencapainya. Dalam kenyataan praktisnya kita tidak pernah sampai kepada batas kemampuan tubuh untuk belajar. Artinya bahwa kita tidak samapi kepada titik jenuh dari informasi, sehingga tidak ada satu lowong lagi untuk mendapatkan satu data pun tambahan dari apa yang telah ada pada kita.
2. Batas Praktik :
Batas praktik telah dicapai apabila sesorang telah sampai kepada titik yang setelah itu tidak bertambah lagi kemajuannya, kecuali jika ia mengeluarkan waktu dan tenaga, yang untuk saat ini dianggapnya tidak perlu.
3. Batas yang patut ;
Yaitu kadar yang tidak patut dilampaui, karena tenaga yang dituntutnya, tidak diinginkan oleh yang belajar untuk menggunakannya.

III. Pengembangan Kompotensi Siswa dengan Teori Belajar Behaviorisme
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan adalah sekolah masih menggunakan cara yang bersifat eversif, dimana para siswa menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya terutama untuk menghindari stimulus-stimulus aversif seperti kecaman guru, ejekan dimuka kelas, menghadap kepala sekolah jika tidak membuat tugas di rumah.
Untuk memecahkan masalah untuk perbaikan pendidikan itu pernah diusulkan beberapa pemecahan masalah yang diantaranya :
1. Mendapatkan guru yang berkualitas
2. Mencari terobosan baru untuk menandingi sekolah unggul
3. Menaikkan standar Pembelajaran
4. Mereorganisasi kurikulum.
Akan tetapi pemecahan masalah yang pernah ditawarkan tersebut tidak menyentuh esensi permasalahan dunia pendidikan itu sendiri.
Menurut Skinner satu hal yang perlu dilakukan untuk memecahkan kebuntuan tersebut adalah bagaimana guru bertanggung jawab mengembangkan pada siswa tingkah laku verbal (kompetensi) atau kemampuan siswa yang merupakan pernyataan keterampilan dan pengetahuan mata pelajaran. Kongritnya Skinner menjelaskan yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa atau kompetensi siswa adalah :
1. Membangun khazanah tingkah laku verbal dan non verbal yang menunjukkan hasil belajar.
2. Menghasilkan dengan kemungkinan yang besar, tingkah laku yang disebut minat, antusiasme dan motivasi untuk belajar.
Sehingga dengan tugas seperti ini pembelajaran itu berfungsi memperlancar pemerolehan pola-pola tingkah laku verbal dan non verbal yang perlu dimiliki setiap siswa.
Menurut B. Weiner, dengan teori atribusinya, satu sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan dengan analisa terjadinya interaksi di kelas. Hal yang penting diperhatikan dalam interaksi di kelas dalam kontek proses pembelajaran serta dalam rangka meningkatkan kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa yang perlu dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar dan motivasi :
1. Perbedaan Perseorangan,
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah tingkat perkembangan siswa dan tingkat rasa harga diri siswa. Untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam proses pembelajaran dianatarany dapat dilakukan pengajaran dengan kelompok kecil (Cooperative Learning), tutorial, dan belajar mandiri serta belajar individual.

2. Kesiapan untuk belajar
Kesiapan seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang bermanfaat baginya. Karena belajar sifatnya kumulatif, kesiapan untuk belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana kesiapan untuk belajar itu meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah kedudukannya dalam tata hirarki keterampilan intelktual.
3. Motivasi,
Ciri khas dari teori-teori belajar ialah memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang dihubungkan dengan asas-asas untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri siswa. Konsep ini memusatkan perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan yang bisa mendorong siswa seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari peranan peransang atau membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.
Ketiga hal diatas harus diperhatikan yang dibarengi dengan penciptaan suasana kelas yang menyenangkan sehingga tingkah laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan pembelajarn yang nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang dimanipulasi tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang perlu diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam pembelajaran.Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek tingkah laku, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa benar-benar memiliki kompetensi yang sangat memadai.
Materi kurikulum harus ditekankan pada mata pelajaran yang sanggup menjawab tantangan global dan perkembangan iptek yang sangat cepat. Disamping itu kurikulum yang dikembangkan harus berlandaskan pendidikan etika dan moral yang dikembangkan dalam mata pelajaran agama dan mata pelajaran lain yang relevan.
Selain itu kurikulum harus bersifat luwes, sederhana dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sebagai dampak dari perkembangan terknologi dan tuntutan masyarakat. Kurikulum hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran siswa dan dapat dikembangkan dengan potensi siswa, keadaan sumber daya pendukung dan kondisi yang ada.

IV. Sekolah Bertaraf Internasional
Pengembangan kompetensi juga dapat didukung dengan adanya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). SBI memiliki beberapa karakteristik yang mendukung pengembangan kompetensi peserta didik, diantaranya :
1. Aspek Fisik Melatih peserta didik untuk disiplin dan bermotivasi tinggi agar mampu bersaing di dunia internasional
2. Intelektual:
a. Menggunakan standar yang lebih tinggi dari SI dan SKL yang diperkaya dgn adaptasi dan atau adopsi kurikulum negara OECD dan negara maju lain
b. Mengembangkan kemampuan komunikasi peserta didik dengan sekurang-kurangnya satu bahasa asing
c. Menerapkan bidang ICT sebagai daya saing di dunia internasional.
d. Menggunakan sistem satuan kredit semester (SKS)

Selain itu ada beberapa karakteristik tambahan, yaitu :
1. Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK;
2. Guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris;
3. Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD/MI;
4. Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMP/MTs; dan
5. Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SMA/SMK/MA/MAK

Inilah kondisi SBI yang keberadaan diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Sesuai dengan definisi SBI yaitu Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.


V. PENUTUP
Dalam setiap proses pembelajaran sebetulnya yang harus dicapai oleh guru adalah standar kompetensi setiap mata pelajaran. Namun, oleh karena standar kompetensi yang harus dicapai siswa memiliki cakupan yang sangat luas, maka dijabarkan pada kompetensi dasar. Kompetensi dasar inilah yang merupakan standar minimal yang harus dikuasai siswa dalam setiap mata pelajaran. Selanjutya untuk melihat keberhasilan pencapaian kompetensi dasar tersebut perlu dirumuskan indicator hasil belajar, sebagai criteria pencapaian kompetensi dasar.
Untuk meningkatkan kompetensi siswa ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya, ciri-ciri siswa antara lain, perbedaan perseorangan, kesiapan belajar dan motivasi yang dibarengi oleh pemanipulasian suasana pembelajaran menjadi lebih disukai oleh siswa sehingga dengan mempertimbangkan kondisi ini apa yang diharapan sesuai dengan tujuan.
Akan tetapi jika mensfesifikasi pendidikan kedalam tingkah laku sama dengan membatasi guru menjadi upaya untuk merubah tingkah laku siswa. Pada hal, pendidikan tidak hanya sebatas tutorial yang akan mengakibatkan pendidikan kurang manusiawi dan terlalu mekanistik. Akan tetapi pendidikan lebih dari itu, dimana pendidikan memerlukan tingkat kecerdasan dan kebebasan berpikir yang tinggi, kompetensi dan moral atau tingkah laku yang kompleks untuk mengarunginya.
Keberadaan sekolah bertaraf internasional juga mendukung pengembangan kompetensi karena pada SBI standar yang digunakan lebih tinggi yang menuntut peserta didik secara aktif mengembangkan kompetensinya.














Daftar Pustaka

Ismail, Imaduddin. 1980. Pengembangan Kemampuan Belajar Pada Anak-Anak. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
http://www.bpgdisdik-jabar.net/materi/0109_TK_04.pdf, tanggal 1 Oktober 2009 jam 09.55
http://www.stainbukittinggi.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61:pengembangan-kompetensi-siswa&catid=34:tulisan-ilmiah&Itemid=37 tanggal 1 Oktober 2009 jam 09.58
http://www.iyoiye.com/forum/viewtopic.php?f=13&t=1235 tanggal 1 Oktober 2009 jam 10.00

Template by : kendhin x-template.blogspot.com